Makna puisi
dibentuk, diciptakan, dan diwujudkan sebagai hasil dari pembacaan. Oleh karena
itu, pembaca puisi mestilah mampu menemukan hubungan antara pengalamannya dan
cipta sastra yang dibacanya (Probst dalam Mulyana, 1997: 35).
Dalam membaca
puisi, diperlukan pelatihan-pelatihan tertentu, seperti latihan vokal, mimik
(ekspresi wajah), dan pantomimik (ekspresi seluruh tubuh). Stanislavski
(Mulyana, 1997: 36) telah mengelompokkan empat fenomena seni yang tepat dalam
pemeranan. Pengelompokkan yang dilakukan Stanislavski ternyata juga relevan
dengan seni membaca puisi. Keempat kelompok tersebut adalah sebagai berikut.
1) Seni mekanis merupakan seni yang lapuk dan
cenderung artifisial. Dalam hal membaca puisi, misalnya pembaca beranggapan
bahwa kata-kata tertentu disimbolkan dengan cara tertentu pula.
2) Seni penyajian serupa dengan seorang
dalang. Pembaca puisi yang menggunakan seni ini akan senantiasa meniru sang
dalang (pelatihnya) dalam hal pengucapan, sikap, maupun tindakannya.
3) Seni eksploitasi dilakukan oleh pembaca
yang sangat sadar dengan kelebihan dirinya. Oleh karena itu, dia akan berusaha
menonjolkan kelebihannya meskipun tidak dituntut dalam pembacaan puisinya.
4) Seni penghayatan timbul dari diri pembaca.
Pengalaman hidup pembaca yang terekam dalam pikiran bawah sadarnya akan
terseleksi sesuai dengan transaksi yang terjadi berkat pembacaan puisisnya.
Oleh karena itu, setiap kata yang diucapkannya akan sesuai dengan
penghayatannya.
Puisi adalah
pernyataan dari keadaan atau kualitas kehidupan manusia (Afrudin, 1984: 19).
Membaca puisi berarti berusaha menyelami puisi. Ada orang yang membaca puisinya
cenderung hanya mencari arti yang terkandung di dalamnya. Setiap kata yang ada
dalam puisi dicari maknanya dalam kamus, lalu ditelaah tata bahasanya. Pembaca
yang demikian ini tidak akan bisa mengerti isi suatu puisi. Puisi tidak
selamanya masuk pada kamus atau tata bahasa karena puisi memiliki kebebasan
tersendiri dalam sussunan kata-kata ataupun tata bahasanya.
Menurut Aritonang
(Mulyana, 1997: 38), dasar-dasar membaca puisi itu mencakup olah vokal, olah
musikal, olah sukma, olah mimik, olah gerak, dan wawasan kesastraan. Apabila
dasar-dasar ini telah dikuasai, selanjutnya akan sampai pada proses pembacaan.
Untuk mencapai kualitas membaca puisi secara optimal, perlu mengikuti tahap
pembacaan sebagai berikut:
- membaca dalam hati (agar puisi tersebut
terapresiasi secara penuh);
- membaca nyaring (agar pembaca dapat mengatur daya
vokal, tempo, timbre, interpolasi, rima, irama, dan diksi);
- membaca kritis (dengan mengoreksi pembacaan
sebelumnya: segi-segi apa saja yang masih kurang dan bagaimana cara
mengatasinya), dan;
- membaca puitis.
Untuk sampai pada
pembacaan puisi yang maksimal, dapat juga mengikuti saran Mursal Esten
(Mulyana, 1998: 38) sebagai berikut.
- Perhatikan judul puisi.
- Lihatlah kata-kata yang dominan.
- Selamilah makna konotatif.
- Dalam mencari dan menemukan makna, yang benar
adalah makna yang sesuai dengan struktur bahasa.
- Tangkaplah pikiran yang ada dalam puisi dengan
memparafrasekannya.
- Jawablah apa dan siapa yang dimaksud dengan kata
ganti dan siapa yang mengucapkan kalimat yang diberi tanda kutip.
- Temukanlah pertalian makna tiap unit puisi (kata
demi kata, frase demi frase, larik demi larik, dan bait demi bait).
- Carilah dan kejarlah makna yang masih
tersembunyi.
- Perhatikanlah corak dan aliran puisi yang kita
baca (imajis, religius, liris, atau epik).
- Harus ditekankan bahwa tafsiran kita terhadap
puisi harus kita kembalikan pada teks puisi itu sendiri.
Tujuan seorang
pembaca puisi tidak berbeda dengan tujuan sastrawan. Keduanya saling
membutuhkan dan saling melengkapi. Seorang penyair menyampaikan buah
pikirannya, gejolak perasaannya, dan luapan emosinya melalui bahasa tulisan.
Penyair melukiskan semua yang dirasakan dan dihayatinya dalam puisi yang
ditulisnya. Sedangkan seorang pembaca puisi menyampaikan seluruh buah pikiran,
gejolak perasaan, dan luapan emosi penyair tadi melalui bahasa lisan. Pembaca
puisi melukiskan semua yang dirasakan dan dihayatinya dalam puisi yang dibacakannya.
Baik penyair ataupun pembaca puisi memiliki tujuan yang sama, yakni
menyampaikan pikiran, perasaan, luapan emosi yang terdapat dalam puisi yang
ingin disampaikan oleh pengarangnya.
Seorang pembaca
puisi yang baik, harus bisa menyampaikan isi puisi dengan sejelas-jelasnya dan
seutuh-utuhnya kepada penyimak. Ia harus mampu menciptakan kesan di hati
pendengarnya, seperti kesan yang terdapat dalam puisi. Adapun tahap-tahap
membaca puisi yang dapat dilakukan sebagai berikut.
- Bacalah judul puisi serta nama penyairnya.
Pembacaan nama
penyair merupakan keharusan yang tidak boleh dilupakan. Pembacaan itu merupakan
tanda penghargaan maupun pengakuan terhadap karyanya.
Cara membaca judul
dan nama penyair, dapat mengikuti salah satu pola berikut ini:
- judul -- karya -- nama penyair Contoh: Cerita
Buat Dien Tamela, karya Chairil Anwar
- judul -- (beri jeda/kesenyapan) -- nama penyair
Contoh: Berdiri Aku / Amir Hamzah
- nama penyair -- dalam -- judul Contoh: Toto
Sudarto Bachtiar dalam Gadis Peminta-minta
Jika ditinjau
ulang, pembacaan judul dan nama penyair pada pion (c) kurang efektif, karena
menimbulkan makna yang ambigu. Pembacaan judul dan nama penyair tersebut dapat
diperbaiki dengan membacakan nama penyair -- (beri jeda/kesenyapan) -- judul.
- Antara pembacaan judul dengan pembacaan baris
pertama puisi beri kesenyapan atau perhentian antara sebanyak 3 tel
(ketukan). Perhentian antara dilakukan dengan cara menarik napas perut
kemudian keluarkan perlahan tanpa suara dengan menghitung 3 bilangan (1,
2, 3).
- Antarbait berilah kesenyapan 2 tel. Namun perlu
diperhatikan apakah pembagian menurut bait dilakukan mengingat kesatuan
pikiran atau hanya merupakan pemanis maupun tipografi.
- Pada akhir pembacaan, intonasi kebanyakan
menurun. Pembaca dapat mempergunakan teknik penekanan setiap suku kata
yang terdapat di baris terakhir puisi.
Tahap-tahap
membaca puisi yang telah dipaparkan di atas dapat dilakukan bagi level pemula
untuk mempermudah proses pembelajaran membaca puisi. Tahap-tahap tersebut tidak
mutlak harus diikuti. Pembaca puisi dapat melakukan tahap-tahap membaca puisi
yang lebih bervariatif.
Adapun Cara Membaca Puisi Dengan
Lafal dan Intonasi Yang Tepat.
1. Rima dan Irama, artinya dalam
membaca puisi tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat. Membaca puisi berbeda
dengan membaca sebuah teks biasa karena puisi terikat oleh Irama dan Rima
sehingga dalam membaca puisi tidak terlalu cepat ataupun juga terlalu lambat.
2. Artikulasi atau Kejelasan suara,
artinya suara kita dalam membaca sebuah puisi haruslah jelas, misalnya saja
pada hurup-hurup vokal. Sehingga puisi akan terdengar oleh audiens.
3. Eksfresi Mimik Wajah, artinya
eksfresi wajah kita harus bisa disesuaikan dengan isi puisi. Ketika puisi yang
kita bacakan adalah puisi sedih maka eksfresi mimik wajah kitapun harus bisa
menggambarkan isi puisi sedih tersebut.
4. Mengatur pernafasan, artinya
pernapasan harus diatur dan jangan tergesa-gesa. Sehingga tidak akan mengganggu
ketika membaca puisi.